tag:blogger.com,1999:blog-69362640447787846952024-02-07T06:21:56.257-08:00ISLAM NUSANTARAIslam Nusantara merupakan Islam yang sudah paripurna karena terbentuk dari dialog antarbudaya di berbagai peradaban besar dunia, seperti Persia, Turki, India, Cina, Siam, dan peradaban lainnya.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/03709957888359666107noreply@blogger.comBlogger6125tag:blogger.com,1999:blog-6936264044778784695.post-49030118851630922942016-09-26T17:12:00.001-07:002016-09-26T17:12:22.328-07:00Pendekatan Dakwah KH Ahmad Rifa'i Kalisalak di Era Kolonial<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
Pendekatan Dakwah KH Ahmad Rifa'i Kalisalak di Era Kolonial<br />
Mahbib, NU Online | Ahad, 29 Mei 2016 16:01<br />
<br />
Kendati ulama kelahiran Desa Tempuran, Kendal, Jawa Tengah ini hidup pada abad 18 M (lahir: 1786 dalam versi lain 1785), namum nama dan ketokohan KH Ahmad Rifa'i belum begitu masyhur di kalangan umat Islam Nusantara. Tapi sejak Presiden Susilo Bambang Yudoyono memberikan gelar kehormatan kepadanya sebagai Pahlawan Nasional, melalui Kepres Nomor: 089/TK/2004, namanya kian dikenal luas. Sejak itu lebih banyak lagi sejarawan dan penulis yang berminat untuk menggali lebih lanjut tentang kiprah perjuangan dan dedikasi KH Ahmad Rifa'i untuk umat Islam dan Tanah Air.<br />
<br />
Tiap-tiap ulama dan kiai meski memiliki tujuaan dan misi yang sama dalam memperjuangkan ajaran agama Islam, namun jalan atau pendekatan yang mereka tempuh berlainan satu sama lain, menyesuaikan dengan konteks demografi umatnya. KH A Rifa'i Kalisalak juga mempunyai strategi dakwah dan pendekatan perjuangan yang khas.<br />
<br />
Sejak remaja, jauh sebelum beliau berangkat haji dan sekaligus studi ke Makkah pada usia 30 tahun (tahun 1833 menurut salah satu versi), Ahmad Rifa'i telah giat melakukan dakwah keliling di wilayah Kendal dan sekitarnya. Dakwah dan pengajiannya cukup menarik dengan menggunakan syair ditambah dengan sikapnya yang antipemerintah kolonial. Sebelum pengajiannya diketahui pemerintah kolonial, ia telah berhasil menggalang kekuatan dari santri serta simpatisannya sehingga ketika kemudian pindah ke Kalisalak (pedalaman Batang, Jawa Tengah) ia sudah mempunyai jaringan pengikut yang tersebar di daerah Kendal dan sekitarnya seperti Wonosobo, Pemalang, Pekalongan, dan Batang.<br />
<br />
Dalam berdakwah ia tidak segan-segan menghujat penguasa kolonial dan birokrat pribumi yang berkolaborasi dengan pemerintah kolonial. Ia memandang pemerintah kolonial Belanda sebagai penguasa kafir dan sumber kerusakan yang terjadi pada masyarakat Jawa pada masa itu. Ia mengobarkan semangat pada masyarakat untuk melakukan perlawanan terhadap pemerintah kolonial dan mengatakan bahwa perang melawan penguasa kafir serta antek-anteknya sebagai perang sabil (jihad fisabilillah), jika gugur akan mati syahid (Jamil, 2001: 13).<br />
<br />
Di Kalisalak (sekarang masuk Kecamatan Limpung, Kabupaten Batang, Jawa Tengah) yang merupakan domisili terakhir sebelum diasingkan ke Ambon, KH Ahmad Rifa'i tetap melakukan kecaman dan protes terhadap pemerintah dan birokrat pribumi. Tindakan ini tentu sangat meresahkan pemerintah kolonial yang menganggap sikap militan KH Ahmad Rifa'i sebagai ancaman. Kekhawatiran serupa melanda birokrat pribumi yang khawatir kedudukan dan otoritasnya terancam.<br />
<br />
Berikut ini adalah kutipan pernyataan KH Ahmad Rifa'i dalam Nazham Wiqayah, salah satu kitab karangannya: Slameta dunya akherat wajib kinira. Ngalawan raja kafir sakuasane kafikira. Tur perang sabil luwih kadane ukara. Kacukupan tan kanti akeh bala kuncara. Artinya: Keselamatan dunia akhirat wajib diperhitungkan. Melawan raja kafir sekemampuannya perlu dipikirkan. Demikian juga perang sabil lebih daripada ucapan. Cukup, tidak menggunakan pasukan yang besar (Adabi Darban:1990).<br />
<br />
Pernyataan sikap yang serupa juga dikemukakannya terhadap para birokrat pribumi, seperti yang terdapat pada syair dalam Nazham Wiqayah berikut ini: Sumerep badan hina seba ngelangsur. Manfaate ilmu lan amal dimaha lebur. Tinemune priyayi laku gawe gede kadosan. Ratu, Bupati, Lurah, Tumenggung, Kebayan maring rojo kafir pada asih anutan Haji, abdi, dadi tulung maksiyat. Nuli dadi khotib ibadah. Maring alim adil laku bener syareate Sebab khawatir yen ora nemu derajat Ikulah lakune wong munafik imane suwung. Anut maksiyat wong dadi Tumenggung.<br />
<br />
Artinya, melihat tubuh hina menghadap dengan tubuh merayap. Manfaatnya ilmu dan amal hilang binasa. Pendapat dan tindakan kaum priyayi membuat dosa besar. Ratu, Bupati, Lurah, Tumenggung, Kebayan kepada raja kafir senang jadi pengikut termasuk haji abdi, menolong kemaksiatan. Kemudian menjadi qadhi khotib ibadah. Kepada alim adil bertindak membenarkan syareat. Sebab khawatir bila tidak mendapat kedudukan. Itulah amalan orang munafik yang kosong imannya mengikuti perbuatan maksiat orang yang jadi Tumenggung (Adabi Darban: 1990).<br />
<br />
Protes di atas disampaikan kepada santrinya di Pesantren Kalisalak maupun melalui pengajian dan khutbahnya di masjid.<br />
<br />
Gerakan protes yang dilakukan KH Ahmad Rifa'i dengan mengatakan bahwa pemerintah kolonial Belanda sebagai penguasa kafir, penindas, patut diperangi dan sumber kerusakan di Jawa terbukti berhasil menimbulkan kekisruhan yang dapat menimbulkan guncangan stabilitas pemerintahan di Jawa dan dikhawatirkan memunculkan gerakan anti-penjajah, meskipun tidak sampai menimbulkan pemberontakan fisik. Hal ini membuat KH Ahmad Rifa'i dijadikan musuh bersama oleh Belanda dan aparat birokrasi tradisional. Segala daya dan upaya dilakukan untuk meniadakan KH Ahmad Rifa'i dan jama'ahnya dengan tuduhan bahwa ajarannya sesat dan menyesatkan.<br />
<br />
Lebih spesifik, dalam kaitannya dengan upaya dakwah yang dilakukannya, supaya memperoleh hasil maksimal, menurut Ahmad Syadzirin Amin (1990), ada tujuh metode dakwah yang dikembangkan oleh KH Ahmad Rifa'i, yaitu:<br />
<br />
1. Menerjemahkan Al-Qur'an, Hadits dan kitab-kitab berbahasa Arab karangan ulama terdahulu ke dalam bahasa Jawa dengan huruf Arab Pegon berbentuk nazham atau syair.<br />
2. Mengadakan kunjungan silaturahmi dari rumah ke rumah famili dan masyarakat.<br />
3. Menyelenggarakan pengajian umum dan dakwah keliling ke daerah yang penduduknya miskin secara materi dan agama guna membendung budaya asing.<br />
4. Menyelenggarakan dialog di masjid atau di langgar (mushala).<br />
5. Mengadakan kegiatan kesegaran jasmani bagi pemuda<br />
6. Mengadakan gerakan protes sosial keagamaan terhadap birokrat pribumi dan Belanda<br />
7. Untuk mempererat hubungan antara guru dengan murid dan antara murid dengan murid, biasa dilakukan pulapernikahan sesama murid, anak guru dengan murid.<br />
<br />
KH Ahmad Rifa'i Kalisalak wafat pada 1870 dalam usia 84 tahun. Dimakamkan di komplek makam pahlawan nasional Kiai Mojo di Tondano Minahasa, Manado.<br />
<br />
Dalam paparan fragmen di atas tentu penulis baru sebatas memaparkan secara parsial saja salah satu pendekatan dakwah yang ditempuh oleh KH Ahmad Rifa'i. Sementara aspek lain seperti produktivitas menulis kitab dan menerjemahkan ke bahasa Jawa, praktik belajar mengajar dengan para santrinya memerlukan topik fragmen tersendiri. (M. Haromain)<br />
<br />
Disarikan dari berbagai sumber, di antaranya:<br />
Ahmad Syadzirin Amin, Gerakan Syaikh Ahmad Rifa'i dalam Menentang Kolonial Belanda, (Jamaah Masjid Baiturrahman Jakarta Pusat: 1996), Jakarta.<br />
Abdul Djamil, Perlawanan Kiai Desa, Pemikiran dan Gerakan KH Ahmad Rifa'i (Lkis: 2001), Yogyakarta<br />
<br /></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/03709957888359666107noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6936264044778784695.post-19876235963453214032016-06-08T00:33:00.001-07:002016-06-10T00:38:30.260-07:00FGD Pencegahan Radikalisme di Poso: Pendeta Tak Dikenal Kritik Pemahaman Mati Syahid<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjXQGkGlLT-yuZ8iLlmy6bULILbCE2eV6GkkvnVHaTFOoFk1krHAg0MGo11tMvvcZVIdhEoRfUzjEhApAAObk8WO5nmmvpvTpSuob2c8hXKNL13I4Ro1lLBU_jB_p2MRLtdNRrBYti-G3wY/s1600/fgd+poso.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="148" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjXQGkGlLT-yuZ8iLlmy6bULILbCE2eV6GkkvnVHaTFOoFk1krHAg0MGo11tMvvcZVIdhEoRfUzjEhApAAObk8WO5nmmvpvTpSuob2c8hXKNL13I4Ro1lLBU_jB_p2MRLtdNRrBYti-G3wY/s200/fgd+poso.jpg" width="200" /></a></div>
<div dir="ltr">
Poso – Polres Poso mengadakan acara deradikalisasi dengan format Focus Group Discussion (FGD) yang mengangkat tema “Waspada terhadap Ancaman Paham Radikal ISIS dan Upaya Pencegahannya serta Pencegahan Kenakalan Remaja/ Maraknya Peredaran Video Porno” pada Selasa (31/05/2016) lalu.</div>
<div dir="ltr">
<br /></div>
<a name='more'></a><br /><div dir="ltr">
Acara yang diadakan di Aula gedung Dinas Pendidikan
Kabupaten Poso ini dihadiri oleh para Kepala Sekolah se-Kabupaten Poso.
Bertindak sebagai pemateri adalah Ketua MUI Kabupaten Poso, Kepala
Kantor Kemenag Poso, Ketua Binmas Kristen Kemenag Poso dan Kabid
Perlindungan Perempuan dan Anak Kabupaten Poso.</div>
<div dir="ltr">
<br /></div>
<div dir="ltr">
Beberapa
pihak menanggapi acara ini dengan berbagai macam pandangan. Kepala
sekolah SMA 1 Patiwunga Poso Pesisir memandang bahwa permasalahan ISIS
perlu penanganan yang tepat. Serta harus melihat kembali tentang masalah
yang melatarbelakangi pemahaman radikal yang ada di Poso.</div>
<div dir="ltr">
<br /></div>
<div dir="ltr">
“Masalah
ISIS dan radikal ini kan berawal dari ketidakadilan. Penegakan keadilan
perlu kita revisi kembali, ada apa sebelumnya yang terjadi di Poso
hingga muncul radikalisme,” ujar Yusran saat acara diskusi berlangsung.</div>
<div dir="ltr">
<br /></div>
<div dir="ltr">
Di
pihak lain, Suardi selaku Wakil Kepala Sekolah SMA 3 Poso mengatakan
bahwa kegiatan seperti ini harus dilakukan sampai menyentuh ke bawah dan
jangan hanya terlena dengan diskusi-diskusi yang kurang membuahkan
hasil.</div>
<div dir="ltr">
<br /></div>
<div dir="ltr">
“Jangan terlena dengan diskusi,
hingga tidak turun ke grass root (akar rumput), dan yang kita
diskusikan hanya sampai di sini,” kata Suardi.</div>
<div dir="ltr">
Sementara
itu, salah saat peserta dari Tokoh Agama Kristen berpandangan berbeda.
Menurutnya akar dari radikalisme terkait pemahaman mati syahid. Ia
meminta para ulama merevisi pemahaman itu.</div>
<div dir="ltr">
“Begitu
banyak paham radikal yang mempengaruhi orang sehingga membuat jadi
radikal. Salah satunya bahwa mati syahid harus diperjelas supaya tidak
yang penting mati syahid pasti masuk surga. Harus ada kerjasama yang
baik pemerintah dan tokoh masyarakat. Kemudian juga memperhatikan
administrasi kependudukan jangan sampai banyak pendatang yang tidak
diketahui identitasnya,” ujar salah satu perwakilan Pendeta yang enggan
disebutkan namanya.</div>
<div dir="ltr">
<br /></div>
<div dir="ltr">
Menanggapi hal
tersebut, Kepala Kantor Kemenag Poso Dr. H. Najamudin, S.Ag, M. Pd
mengatakan bahwa mengubah pemahaman yang sudah diyakini seorang dengan
benar itu hal yang sulit. “Tentang pemahaman setiap orang benar tidak
ingin dibilang salah, begitu juga orang salah tidak bisa kita benarkan.
Kalau Santoso ini saya yakin tidak akan mau menyerahkan diri karena
pemahaman tentang jihad yang sudah mengakar dan ini dia anggap benar dan
diyakininya,” ungkap H. Najamudin.</div>
<div dir="ltr">
<br /></div>
<div dir="ltr">
H.
Arifin Tuamaka, S.Ag selaku Ketua MUI Poso memberikan tambahan. Ia
menyampaikan pentingnya para tokoh bersinergi meredam pemahaman radikal.
Meski demikian, ia menyatakan bahwa terkait mati syahid, hal itu ada
dalam syariat islam dan Rasulullah SAW mencontohkannya, yaitu dengan
membela negara namun harus dengan hikmah dan akhlak tanpa kekerasan.</div>
<div dir="ltr">
<br /></div>
<div dir="ltr">
“Sinergitas
kita untuk Poso agar bebas dari paham radikal, pornografi, dan
kenakalan remaja lainnya. Tentang mati syahid memperjuangkan negara,
Rasulullah mencontohkannya dengan hikmah dan juga memperjuangkannya,”
jelas H. Arifin saat menanggapi pertanyaan dari peserta.</div>
<div dir="ltr">
<br /></div>
<div dir="ltr">
Di
akhir acara, Husnia Mangun, SH, Kabid Perlindungan Perempuan dan Anak
Kabupaten Poso melontarkan pernyataan berbeda. Ia lebih menyoroti
permasalahan remaja daripada sekedar radikalisme. Dari sini, ia
mengajukan kepada Pemerintah Daerah agar merancang undang-undang tentang
remaja.</div>
<div dir="ltr">
<br /></div>
<div dir="ltr">
“Kalau bisa ada semacam
peraturan daerah masalah remaja yang sudah masuk tindak kriminal
pembunuhan, perkosaan, dan narkoba sehingga remaja yang sudah lari dari
koridor bisa dicegah. Rancangan UU Perda mudah-mudahan lebih tegas agar
masyarakat tidak larut. Minuman keras bebas dengan etanol, namun
pengawasan harus diperketat oleh pihak berwajib. Polisi dan Satpol PP
bisa lebih aktif melakukan sweeping,” paparnya di akhir diskusi.</div>
<div dir="ltr">
<br /></div>
<div dir="ltr">
Reporter : Ahmad Sutedjo<br />
Editor : Muhammad Rudy</div>
<div dir="ltr">
Related Posts:Suasana Pemakaman
Asy-Syahid Ahfan di PosoTokoh Poso, KH Adnan Arsal Bantah Tuduhan Pondok
Pesantren Ajarkan RadikalismeTemu Tokoh Agama di Poso, Pendeta Menghiba
Dandim Amankan Wilayah KristenAnggota DPRD Poso: Aparat Selesai
Bertugas, Gadis Poso Banyak yang Ditinggal HamilPeringati Sumpah Pemuda,
BNPT Gelar Pencegahan Radikalisme di Yogyakarta</div>
<div dir="ltr">
© 2016· all rights reserved</div>
<div dir="ltr">
Toggle Dock</div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/03709957888359666107noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6936264044778784695.post-16828823323692594732016-06-07T00:17:00.001-07:002016-06-07T00:17:27.537-07:00Membedah Kiprah Kiai-Santri Sebagai Benteng NKRI<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgmR65DhW8wsWNXMJdsV85603LQ0rTf2US7QjvuO6bGyBn2NJlom9A8XqH47VgWCwCWcakLb9E1Oe4VbpCGhDPPsyTZTjTkNBFSirZ56ZqHwyxTnK9HCw5QHTefZwfB99KG0XHdQmc2u8d1/s1600/pahlawan+santri.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgmR65DhW8wsWNXMJdsV85603LQ0rTf2US7QjvuO6bGyBn2NJlom9A8XqH47VgWCwCWcakLb9E1Oe4VbpCGhDPPsyTZTjTkNBFSirZ56ZqHwyxTnK9HCw5QHTefZwfB99KG0XHdQmc2u8d1/s200/pahlawan+santri.jpg" width="150" /></a></div>
<b>Jakarta</b> - Para pejuang militer dari kalangan santri tak banyak
ditulis dalam catatan sejarah. Semestinya kiai-kiai pesantren
mendapatkan perhatian utama sebagai pahlawan bangsa.<br />
<a name='more'></a>Jaringan
ulama-santri telah berperan penting dalam perjuangan kemerdekaan,
menegakkan kedaulatan bangsa pada masa revolusi, serta mengawal negeri
pada masa awal kemerdekan. Peran para kiai dalam mengawal perjuangan
tidak bisa dilupakan dalam narasi sejarah bangsa Indonesia. Kontribusi
mereka terbukti kokoh dalam menguatkan pondasi Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).<br /><br />"Para santri membentengi Indonesia dari
pelbagai ancaman selama beradab-abad, dari serbuan kolonial, agresi
militer hingga ancaman terhadap ideologi Pancasila sebagai pemersatu
bangsa," kata Munawir Aziz, penulis buku 'Pahlawan Santri, Tulang
Punggung Pergerakan Nasional' dalam keterangan tertulis yang diterima
detikcom, Sabtu (7/5/2016).<br /><br />Buku terbitan Pustaka Compass ini
memuat 29 kiai yang berperan penting pada masa kemerdekaan, dengan
tipologi, jaringan dan area geografis-strategis yang berbeda namun
terkait pada interaksi dan networking yang sama.<br /><br />Rencananya buku
itu akan diluncurkan pukul 12.30 nanti di Perpustakaan Pemprov DKI di
lingkungan Taman Ismail Marzuki. Sejumlah tokoh akan hadir dalam acara
tersebut, seperti Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Sirodj, Dr Asrorun Niam
Soleh, Dr Zainul Milal Bizawie (penulis buku-buku sejarah Islam
Nusantara) KRMH Daradjadi (penulis buku 'Geger Pecinan'), dan Iwan Ong
Santosa (penulis buku Tionghoa dalam Sejarah Kemiliteran).<br /><br />Menurut
Munawir, barisan pejuang kiai-santri yang tergabung dalam Laskar
Hizbullah (dikomando Kiai Zainul Arifin), Laskar Sabilillah (dikomando
Kiai Masykur) dan Laskar Mujahidin pimpinan Kiai Wahab Chasbullah,
merupakan jaringan militer dari pesantren yang dibentuk sebagai tulang
punggung perjuangan kemerdekaan. Mereka bergabung bersama barisan
militer dari pemuda dan tentara, sebagai penopang perjuangan
kemerdekaan.<br /><br />Kontribusi para kiai dalam menggerakkan pemuda
santri dan warga dalam mengawal kemerdekaan terjadi dengan koneksi yang
berlangsung lama, dalam hubungan guru-murid antar pesantren di
Nusantara. Akibatnya, perlawanan terhadap kolonial berlangsung serempak
pada kisaran 1940-an. Bahkan, pergerakan nasional sudah berlangsung pada
awal abad 20, dengan menggunakan jalur diplomasi serta menguatkan
barisan militer di kalangan santri.<br /><br />Resolusi Jihad yang
digelorakan Hadratus Syaikh Hasyim Asy'ari pada 22 Oktober 1945 menjadi
pemantik semangat dan menginspirasi pejuang santri dan warga untuk
terjun ke medan laga melawan penjajah. Pertempuran berlangsung di
berbagai daerah secara serempak, demi mempertahankan kemerdekaan dan
menegakkan NKRI. Palagan Ambarawa di Jawa Tengah dan pertempuran di
Surabaya, Jawa Timur pada November 1945 merupakan cermin kekuatan pemuda
santri dan warga yang digerakkan oleh semangat jihad mempertahankan
tanah air. Pertempuran heroik 10 November 1945 diabadikan sebagai 'Hari
Pahlawan' oleh pemerintah Indonesia, untuk mengenang jasa-jasa pahlawan
yang berjuang dengan nyawa, darah dan air mata.<br /><br />"Sayangnya para
pejuang militer dari kalangan santri tidak banyak ditulis dalam catatan
sejarah. Dengan sumbangsih terhadap perjuangan kemerdekaan, sudah
semestinya kiai-kiai pesantren mendapatkan perhatian utama sebagai
pahlawan bangsa," ujar Munawir yang pernah melakukan riset akademis di
beberapa universitas di Jerman, Belanda, dan Prancis pada 2011 dan 2013.<br /><br />Sejarah
pergerakan dan perjuangan Indonesia, ia melanjutkan, lebih banyak
merekam kekuatan militer dari negara, yang terkoneksi dengan jaringan
Pembela Tanah Air (PETA), kemudian beralih sebagai Tentara Keamanan
Rakyat (TKR) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI).<br /><br />Perombakan
sistem militer pada masa Kabinet Hatta, yang dikenal dengan sistem Re-Ra
(Rekonstruksi dan Rasionalisasi) pada 1948 memusatkan semua kekuasaan
di bidang pertahanan di bawah komando Menteri Pertahanan. Di sisi lain,
para pejuang di barisan militer yang tidak memiliki riwayat pendidikan
formal, tidak mendapat ruang untuk meneruskan karirnya.<br /><br />"Para
pejuang dari kalangan santri terkena dampak besar, karena tidak memenuhi
syarat administratif yang ditetapkan. Hanya sedikit dari komunitas
pesantren yang sesuai dengan kriteria kebijakan yang mengikuti program
Re-Ra, yang ditetapkan Kabinet Hatta," papar Munawir.<br /><br />Sejauh ini,
kiai-santri yang telah ditetapkan sebagai pahlawan nasional yakni: Kiai
Ahmad Dahlan (1961), Kiai Zainul Arifin (1963), Kiai Hasyim Asy'ari dan
Kiai Wahid Hasyim (1964), Kiai Zainal Mustafa (1972), Pangeran
Diponegoro (1973), Kiai Abdul Halim (2008), Kiai Idham Chalid (2011),
dan Kiai Wahab Chasbullah (2014).
<br /><strong>(jat/dra)</strong><br />
<br />
<div class="author">
Sumber: Sudrajat - detikNews</div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/03709957888359666107noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6936264044778784695.post-8812874628923952532016-06-04T03:26:00.001-07:002016-06-07T00:06:48.175-07:00Putri Campa yang Menawan Hati Raja Majapahit<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
Asal usul SUNAN AMPEL</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Tahukah anda dengan daerah Bukhara? Bukhara terletak di Samarqand. Sejak dahulu daerah Samarqand dikenal sebagai daerah Islam yang melahirkan ulama-ulama besar seperti Imam Bukhari yang mashur sebagai<br />
pewaris hadist shahih.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<a name='more'></a><br />
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgjqg7JBbVcuNCd2yT4kYbrXlxlGcbO4_9E8QRNQRrvh_KBJs7G_qBG6fshR1UVze155YAOiQIUEmpLSsgWjtzwU3NlknweTzKdQut_iqf42DmCOD75VEkuYMuGC26NXDLqRH2cEm-s86OX/s1600/putricampa_makam.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="150" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgjqg7JBbVcuNCd2yT4kYbrXlxlGcbO4_9E8QRNQRrvh_KBJs7G_qBG6fshR1UVze155YAOiQIUEmpLSsgWjtzwU3NlknweTzKdQut_iqf42DmCOD75VEkuYMuGC26NXDLqRH2cEm-s86OX/s200/putricampa_makam.JPG" width="200" /></a></div>
Disamarqand
ini ada seorang ulama besar bernama Syekh Jamalluddin Jumadil Kubra,
seorang Ahlussunnah bermazhab syafi’I, beliau mempunyai seorang putera
bernama Ibrahim, dan karena berasal dari samarqand<br />
maka Ibrahim
kemudian mendapatkan tambahan nama Samarqandi. Orang jawa sukar
menyebutkan Samarqandi maka mereka hanya menyebutnya sebagai Syekh
Ibrahim Asmarakandi.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Syekh
Ibrahim Asmarakandi ini diperintah oleh ayahnya yaitu Syekh Jamalluddin
Jumadil Kubra untuk berdakwah ke negara-negara Asia. Perintah inilah
yang dilaksanakan dan kemudian beliau diambil menantu oleh Raja Cempa,
dijodohkan dengan puteri Raja Cempa yang bernama<br />
Dewi Candrawulan.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Negeri
Cempa ini menurut sebagian ahli sejarah terletak di Muangthai. Dari
perkawinan dengan Dewi Candrawulan maka Syekh Ibrahim Asmarakandi<br />
mendapat
dua orang putera yaitu Sayyid Ali Rahmatullah dan Sayyid Ali Murtadho.
Sedangkan adik Dewi Candrawulan yang bernama Dewi Dwarawati diperisteri
oleh Prabu Brawijaya Majapahit. Dengan demikian<br />
keduanya adalah keponakan Ratu Majapahit dan tergolong putera bangsawan atau pangeran kerajaan.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Para
pangeran atau bangsawan kerajaan pada waktu itu mendapat gelar Rahadian
yang artinya Tuanku, dalam proses selanjutnya sebutan ini cukup
dipersingkat dengan Raden. Raja Majapahit sangat senang mendapat isteri
dari negeri Cempa yang wajahnya dan kepribadiannya sangat memikat hati.
Sehingga isteri-isteri yang lainnya diceraikan, banyak yang diberikan
kepada para adipatinya yang tersebar di seluruh Nusantara. Salah satu
contoh adalah isteri yang bernama Dewi Kian, seorang puteri<br />
Cina yang diberikan kepada Adipati Ario Damar di Palembang.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Ketika
Dewi Kian diceraikan dan diberikan kepada Ario Damar saat itu sedang
hamil tiga bulan. Ario Damar menggauli puteri Cina itu sampai si jabang
bayi terlahir kedunia. Bayi yang lahir dari Dewi Kian itulah yang
nantunya bernama Raden Hasan atau lebih dikenal dengan nama “ Raden
Patah “, salah satu seorang daru murid Sunan Ampel yang menjadi Raja di
Demak Bintoro.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Kerajaan
Majapahit sesudah ditinggal Mahapatih Gajah Mada dan Prabu Hayam Wuruk
mengalami kemunduran Drastis. Kerajaan terpecah belah karena terjadinya
perang saudara. Dan para adipati banyak yang tidak loyal dengan
keturunan Prabu Hayam Wuruk yaitu Prabu Brawijaya<br />
Kertabumi.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Pajak
dan upeti kerajaan tidak ada yang sampai ke istana Majapahit. Lebih
sering dinikmati oleh para adipati itu sendiri. Hal ini membuat sang
Prabu bersedih hati. Lebih-lebih lagi dengan adanya kebiasaan buruk kaum
bangsawan dan para pangeran yang suka berpesta pra dan main judi serta
mabuk-mabukan. Prabu Brawijaya sadar betul bila kebiasaan semacam ini
diteruskan negara/kerjaan akan menjadi lemah dan jika kerajaan sudah
kehilangan kekuasaan betapa mudahnya bagi musuh untuk menghancurkan
Majapahit Raya.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Ratu
Dwarawati, yaitu isteri Prabu Brawijaya mengetahui kerisauan hati
suaminya. Dengan memberanikan diri dia mengajukan pendapat kepada
suaminya. Saya mempunyai seorang keponakan yang ahli mendidik dalam hal
mengatasi kemerosotan budi pekerti, kata Ratu Dwarawati. </div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Betulkah?
Tanya sang Prabu . Ya, namanya Sayyid Ali Rahmatullah, putera dari
kanda Dewi Candrawulan di negeri Cempa. Bila kanda berkenan saya akan
meminta Ramanda Prabu di Cempa untuk mendatangkan Ali Rahmatullah ke
Majapahit ini. Tentu saja aku merasa senang bila Rama Prabu di Cempa
Berkenan mengirimkan Sayyid Ali Rahmatullah ini kata Prabu Brawijaya.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<b>Ketanah Jawa.</b></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<b><br />
</b>Maka pada suatu ketika diberangkatkanlah utusan dari Majapahit ke
negeri Cempa untuk meminta Sayyid Ali Rahmatullah datang ke Majapahit.
Kedatangan utusan tersebut disambut gembira oleh Raja Cempa, dan Raja
Cempa bersedia mengirim cucunya ke Majapahit untuk<br />
meluaskan pengalaman.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Keberangkatan
Sayyid Ali Rahmatullah ke tanah Jawa tidak sendirian. Ia ditemani oleh
ayah dan kakaknya. Sebagaimana disebutkan diatas, ayah Sayyid Ali
Rahmatullah adalah Syekh Maulana Ibrahim Asmarakandi dan kakaknya
bernama Sayyid Ali Murtadho. Diduga tidak langsung ke Majapahit,
melainkan terlebih dahulu ke Tuban. Di Tuban tepatnya di desa
Gesikharjo, Syekh Maulana Ibrahim Asmarakandi jatuh sakit dan meninggak
dunia, beliau dimakamkan di desa tersebut yang masih termasuk kecamatan
Palang Kabupaten Tuban.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Sayyid
Murtadho kemudian meneruskan perjalanan, beliau berdakwah keliling
daerah Nusa Tenggara, Madura dan sampai ke Bima. Disana beliau mendapat
sebutan raja Pandita Bima, dan akhirnya berdakwah di Gresik mendapat
sebutan Raden Santri, beliau wafat dan dimakamkan di Gresik, Sayyid Ali
Rahmatullah meneruskan perjalanan ke Majapahit menghadap Prabu Brawijaya
sesuai permintaan Ratu Dwarawati.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Kapal
layar yang ditumpanginya mendarat dipelabuhan Canggu. Kedatangannya
disambut dengan suka cita oleh Prabu Brawijaya. Ratu Dwarawati bibinya
sendiri memeluknya erat-erat seolah-olah sedang memeluk kakak
perempuannya yang di negeri Cempa. Karena wajah Sayyid Ali Rahmatullah
memang sangat mirip dengan kakak perempuannya.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Nanda
Rahmatullah, bersediakah engkau memberikan pelajaran atau mendidik kaum
bangsawan dan rakyat Majapahit agar mempunyai budi pekerti mulia!!
Tanya sang Prabu kepada Sayyid Ali Rahmatullah setelah beristirahat
melepas lelah. Dengan sikapnya yang sopan santun tutur kata yang halus
Sayyid Ali Rahmatullah menjawab. Dengan senang hati Gusti Prabu, saya
akan berusaha sekuat-kuatnya untuk mencurahkan<br />
kemampuan saya mendidik mereka.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br />
Bagus!
Sahut sang Prabu. “Bila demikian kau akan kuberi hadiah sebidang tanah
berikut bangunannya di Surabaya. Disanalah kau akan mendidik para
bangsawan dan pangeran Majapahit agar berbudi pekerti mulia.”<br />
“Terima
kasih saya haturkan Gusti Prabu”, Jawab Sayyid Ali Rahmatullah.
Disebutkan dalam literatur bahwa selanjutnya Sayyid Ali Rahmatullah
menetap beberapa hari di istana Majapahit dan dijodohkan dengan salah<br />
satu
puteri Majapahit yang bernama Dewi Candrowati atau Nyai Ageng Manila.
Dengan demikian Sayyid Ali Rahmtullah adalah salah seorang Pangeran
Majapahit, karena dia adalah menantu Raja Majapahit.<br />
<br />
Semenjak
Sayyid Ali Rahmatullah diambil menantu Raja Brawijaya maka beliau
adalah anggota keluarga kerajaan Majapahit atau salah seorang pangeran,
para pangeran pada jaman dahulu ditandai dengan nama depan</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Rahadian atau Raden yang berati Tuanku. Selanjutnya beliau lebih dikenal dengan sebutan Raden Rahmat.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
3. Ampeldenta.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Selanjutnya,
pada hari yang telah ditentukan berangkatlah rombongan Raden Rahmat ke
sebuah daerah di Surabaya yang kemudian disebut dengan Ampeldenta.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br />
Rombongan
itu melalui desa Krian, Wonokromo terus memasuki Kembangkuning. Selama
dalam perjalanan beliau juga berdakwah kepada penduduk setempat yang
dilaluinya. Dakwah yang pertama kali dilakukannya cukup unik. Beliau
membuat kerajinan berbentuk kipas yang<br />
terbuat dari akar
tumbuh-tumbuhan tertentu dan anyaman rotan. Kipas-kipas ini dibagikan
kepada penduduk setempat secara gratis. Para penduduk hanya cukup
menukarkannya dengan kalimah syahadat.<br />
<br />
Penduduk yang
menerima kipas itu merasa sangat senang. Terlebih setelah mereka
mengetahui kipas itu bukan sembarang kipas, akar yang dianyam bersama
rotan itu ternyata berdaya penyembuh bagi mereka yang terkena penyakit
batuk dan demam. Dengan cara itu semakin banyak orang yang berdatangan
kepada Raden Rahmat. Pada saat demikianlah ia memperkenalkan keindahan
agama Islam sesuai tingkat pemahaman mereka.<br />
<br />
Cara itu
terus dilakukan sehingga rombongan memasuki desa kembang kuning. Pada
saat itu kawasan desa kembang kuning belum seluas sekarang ini. Disana
sini masih banyak hutan dan digenangi air atau rawa-rawa. Dengan
karomahnya Raden Rahmat bersama rombongan membuka hutan dan mendirikan
tempat sembahyang sederhana atau langgar. Tempat sembahyang itu sekarang
dirubah menjadi mesjid yang cukup besar dan bagus dinamakan sesuai
dengan nama Raden Rahmat yaitu Mesjid Rahmat Kembang Kuning.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Ditempat
itu pula Raden Rahmat bertemu dan berkenalan dengan dua tokoh
masyarakat yaitu Ki Wiryo Sarojo dan Ki Bang Kuning. Kedua tokoh
masyarakat itu bersama keluarganya masuk Islam dan menjadi pengikut
Raden Rahmat.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Dengan
adanya kedua tokoh masyarakat itu maka semakin mudah bagi Raden Rahmat
untuk mengadakan pendekatan kepada masyarakat sekitarnya. Terutama
kepada masyarakat yang masih memegang teguh adat kepercayaan lama.
Beliau tidak langsung melarang mereka, melainkan memberikan pengertian
sedikit demi sedikit tentang pentingnya ajaran ketauhidan. Jika mereka
sudah mengenal tauhid atau keimanan kepada Tuhan Pencipta Alam, maka
secara otomatis mereka akan meninggalkan sendiri kepecayaan lama yang
bertentangan dengan ajaran Islam.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br />
Setelah
sampai ditempat tujuan, pertama kali yang dilakukannya adalah membangun
mesjid sebagai pusat kegiatan ibadah. Ini meneladani apa yang dilakukan
Nabi Muhammad SAW saat pertama kali sampai di Madinah. Dan karena
menetap di desa Ampeldenta, menjadi penguasa daerah tersebut maka
kemudian beliau dikenal sebagai Sunan Ampel. Sunan berasal dari kata
Susuhunan yang artinya yang dijunjung tinggi atau panutan masyarakat
setempat. Ada juga yang mengatakan Sunan berasal dari kata Suhu Nan
artinya Guru Besar atau orang yang berilmu tinggi.<br />
Selanjutnya
beliau mendirikan pesantren tempat mendidik putra bangsawan dan pangeran
Majapahit serta siapa saja yang mau datang berguru kepada beliau.<b> </b><br />
<br />
<b>Ajarannya yang terkenal</b></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Hasil didikan mereka yang terkenal adalah falsafah Moh Limo atau tidak mau melakukan lima hal tercela yaitu :<br />
1. Moh Main atau tidak mau berjudi<br />
2. Moh Ngombe atau tidak mau minum arak atau bermabuk-mabukan<br />
3. Moh Maling atau tidak mau mencuri<br />
4. Moh Madat atau tidak mau mengisap candu, ganja dan lain-lain.<br />
5. Moh Madon atau tidak mau berzinah/main perempuan yang bukan isterinya.<br />
<br />
Prabu
Brawijaya sangat senang atas hasil didikan Raden Rahmat. Raja
menganggap agama Islam itu adalah ajaran budi pekerti yang mulia, maka
ketika Raden Rahmat kemudian mengumumkan ajarannya adalah agama Islam
maka Prabu Brawijaya tidak marah, hanya saja ketika dia diajak untuk
memeluk agama Islam ia tidak mau. Ia ingin menjadi raja Budha yang
terakhir di Majapahit.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br />
Raden
Rahmat diperbolehkan menyiarkan agama Islam di wilayah Surabaya bahkan
diseluruh wilayah Majapahit, dengan catatan bahwa rakyat tidak boleh
dipaksa, Raden Rahmat pun memberi penjelasan bahwa tidak ada paksaan
dalam beragama.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br />
5. Sesepuh Wali Songo.<br />
<br />
Setelah
Syekh Maulana Malik Ibrahim wafat, maka Sunan Ampel diangkat sebagai
sesepuh Wali Songo, sebagai Mufti atau pemimpin agama Islam se-Tanah
Jawa. Beberapa murid dan putera Sunan Ampel sendiri menjadi<br />
anggota
Wali Songo, mereka adalah Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Drajad, Sunan
Kalijaga, Sunan Muria, Sunan Kota atau Raden Patah, Sunan Kudus dan
Sunan Gunung Jati.<br />
<br />
Raden Patah atau Sunan Kota memang
pernah menjadi anggota Wali Songo menggantikan kedudukan salah seorang
wali yang meninggal dunia. Dengan diangkatnya Sunan Ampel sebagai
sesepuh maka para wali lain tunduk patuh kepada kata-katanya. Termasuk
fatwa beliau dalam memutuskan peperangan dengan pihak Majapahit.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br />
Para
wali yang lebih muda menginginkan agar tahta Majapahit direbut dalam
tempo secepat-cepatnya. Tetapi Sunan Ampel berpendapat bahwa masalah
tahta Majapahit tidak perlu diserang secara langsung, karena kerajaan
besar itu sesungguhnya sudah keropos dari dalam, tak usah diserang oleh
Demak Bintoro sebenarnya Majapahit akan segera runtuh. Para wali yang
lebih muda menganggap Sunan Ampel terlalu lamban dalam memberikan
nasehat kepada Raden Patah. “Mengapa Ramanda berpendapat demikian?”
tanya Raden Patah yang juga adalah menantunya sendiri.<br />
<br />
“Krena
aku tidak ingin di kemudian hari ada orang menuduh Raja Demak Bintoro
yang masih putera Raja Majapahit Prabu Kertabumi telah berlaku durhaka,
yaitu berani menyerang ayahandanya sendiri”. Jawab Sunan Ampel dengan
tenang. “Lalu apa yang harus saya lakukan?” “Kau harus sabar menunggu
sembari menyusun kekuatan”, ujar Sunan Ampel. “Tak lama lagi Majapahit
akan runtuh dari dalam, diserang Adipati lain. Pada saat itulah kau
berhak merebut hak warismu selaku putera Prabu Kertabumi”. “Majapahit
diserang adipati lain? Apakah saya tidak<br />
berkwajiban membelanya?”
“Inilah ketentuan Tuhan”,sahut Sunan Ampel. Waktu kejadiannya masih
dirahasiakan. Aku sendiri tidak tahu persis kapankah persitiwa itu akan
berlangsung. Yang jelas bukan kau adipati yang menyerang Majapahit itu.<br />
<br />
Sunan
Ampel adalah penasehat Politik Demak Bintoro sekaligus merangkap
Pemimpin Wali Songo atau Mufti Agama se-Tanah Jawa. Maka fatwa nya
dipatuhi semua orang. Kekhawatiran Sunan Ampel pun terbukti. Dikemudian
hari ternyata orang-orang pembenci Islam memutar balikkan fakta sejarah,
mereka menuliskan bahwa Majapahit jatuh diserang oleh kerajaan Demak
Bintoro yang rajanya adalah putera raja Majaphit sendiri. Dengan
demikian Raden Patah dianggap sebagai anak durhaka. Ini dapat anda lihat
didalam serat darmo gandul maupun sejarah yang ditulis sarjana kristen
pembenci Islam.<br />
<br />
Raden Patah dan para wali lainnya
akhirnya tunduk patuh pada fatwa Sunan Ampel. Tibalah saatnya Sunan
Ampel Wafat pada tahun 1478 M. Sunan Kalijaga diangkat sebagai penasehat
bagian politik Demak, Sunan Giri diangkat sebagai pengganti Sunan Ampel
sebagai Mufti, pemimpin para wali dan pemimpn agama se-Tanah
Jawa.setelah Sunan Giri diangkat sebagai Mufti sikapnya terhadap
Majapahit sekarang berubah. Ia menyetujui aliran tuban untuk memberi
fatwa kepada Raden Patah agar menyerang Majapahit.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Mengapa
Sunan Giri bersikap demikian? Karena pada tahun 1478 kerjaan Majapahit
diserang oleh Prabu Rana Wijaya atau Girindrawardhana dari kadipaten
Kediri atau Kleling. Dengan demikian sudah tepatlah jika Sunan Giri
meneyetujui penyerangan Demak atas Majapahit. Sebab pewaris sah tahta
kerajaan Majapahit adalah Raden Patah selaku putera Raja Majapahit yang
terakhir.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br />
Demak
kemudian bersiap-siap menyusun kekuatan. Namun belum lagi serangan
dilancarkan. Prabu Wijaya keburu tewas diserang oleh Prabu Udara pada
tahun 1498. Pada tahun 1512, Prabu Udara selaku Raja Majapahit merasa
terancam kedudukannya karena melihat kedudukan Demak yang didukung Giri
Kedaton semakin kuat dan mapan. Prabu udara kuatir jika terjadi
peperangan akan menderita kekalahan, maka dia minta bekerjasama dan
minta bantuan Portugis di Malaka.<br />
<br />
Padahal putera
mahkota Demak yaitu Pati Unus pada tahun1511 telah menyerang Protugis.
Sejarah telah mencatat bahwa Prabu Udara telah mengirim utusan ke Malaka
untu menemui Alfinso d’Albuquerque untuk menyerahkan hadiah berupa 20
genta (ggamelan), sepotong kain panjang bernama “Beirami” tenunan
kambayat, 13 batang lembing yang ujungnya berbesi dan sebagainya. Maka
tidak salah jika pada tahun 1517 Demak menyerang Prabu Udara yang
merampas tahta majapahit secara sah.<br />
<br />
Dengan demikian
jatuhlah Majapahit ke tangan Demak. Seandainya Demak tidak segera
menyerang Majapahit tentunya bangsa Portugis akan menjajah Tanah Jawa
jauh lebih cepat daripada Bangsa Belanda. Setelah Majapahit jatuh pusaka
kerajaan diboyong ke Demak Bintoro. Termasuk mahkota rajanya. Raden
Patah diangkat sebagai raja Demak yang pertama.<br />
<br />
Sunan
Ampel juga turut membantu mendirikan Mesjid Agung Demak yang didirikan
pada tahun 1477 M. Salah satu diantara empat tiang utama mesjid Demak
hingga sekarang masih diberi nama sesuai dengan yang membuatnya yaitu
Sunan Ampel. Beliau pula yang pertama kali menciptakan huruf pegon atau
tulisan arab berbunyi bahasa Jawa. Dengan huruf pegin ini beliau dapat
menyampaikan ajaran-ajaran Islam kepada para muridnya. Hingga sekarang
huruf pegon tetap diapaki sebagai bahan pelajaran agama Islam dikalangan
pesantren.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br />
6. Penyelamat Aqidah<br />
<br />
Sikap
Sunan Ampel terhadap adat istiadat lama sangat hati-hati, hal ini
didukung pleh Sunan Giri dan Sunan Drajad. Seperti yang pernah tersebut
dalam permusyawaratan para wali di mesjid Agung Demak. Pada waktu itu
Sunan Kalijaga Mengusulkan agar adat istiadat Jawa seperti selamatan,
bersaji, kesenian wayang dan gamelan dimasuki rasa keislaman. Mendengar
pendapat Sunan Kalijaga tersebut bertanyalah Sunan Ampel. “Apakah tidak
mengkhawatirkan dikemudian hari bahwa adat istiadat dan upacara lama itu
nanti dianggap sebagai ajaran yang berasal dari agama Islam, jika hal
ini dibiarkan nantinya akan menjadi bid’ah?”<br />
<br />
Dalam
musyawarah itu Sunan Kudus menjawab pertanyaan Sunan Ampel, “Saya setuju
dengan pendapat Sunan Kalijaga, bahwa adat istiadat lama yang masih
bisa diarahkan kepada ajaran Tauhid kita akan memberinya warna Islami.
Sedang adat dan kepercayaan lama yang jelas-jelas menjurus kearah
kemusyrikan kita tinggal sama sekali. Sebagai misal, gamelan dan wayang
kulit kita bisa memberinya warna Islam sesuai dengan selera masyarakat.
Adapun tentang kekhawatiran kanjeng Sunan Ampel, saya mempunyai
keyakinan bahwa dibelakang hari akan ada orang yang menyempurnakannya.<br />
<br />
Adanya
dua pendapat yang seakan bertentangan tersebut sebenarnya mengandung
hikmah. Pendapat Sunan Kalijaga dan Sunan Kudus ada benarnya yaitu agar
agama Islam cepat diterima oleh orang jawa, dan hal ini terbukti,
dikarekan dua wali tersebut pandai mengawinkan adat istiadat lama yang
dapat ditolerir Islam maka penduduk jawa banyak yang berbondong-bondong
masuk agama Islam.<br />
<br />
Sebaliknya, adanya pendapat Sunan
Ampel yang menginginkan Islam harus disiarkan dengan murni dan konsekuen
juga mengandung hikmah kebenaran yang hakiki, sehingga membuat umat
semakin berhati-hati menjalankan syariat agama secara benar dan bersih
dari segala macam bid’ah. Inilah jasa Sunan Ampel yang sangat besar,
dengan peringatan inilah beliau telah menyelamatkan aqidah umat agar
tidak tergelincir kelembah kemusyrikan. Sunan Ampel wafat pada tahun
1478 M, beliau dimakamkan di sebelah Barat Mesjid Ampel.<br />
<br />
7. Murid-murid Sunan Ampel</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br />
Sebagaimana
disebutkan dimuka murid-murid Sunan Ampel itu banyak sekali, baik dari
kalangan bangsawan dan para pangeran Majapahit maupun dari kalangan
rakyat jelata. Bahkan beberapa anggota Wali Songo adalah murid-murid
beliau sendiri. Kali ini kita tampilkan kisah dua orang murid Sunan
Ampel yang makamnya tak jauh dari lokasi Sunan Ampel dimakamkan yaitu :<br />
<br />
Kisah Mbah Soleh.<br />
<br />
Mbah
Soleh adalah salah satu dari sekian banyak murid Sunan Ampel yang
mempunyai karomah atau keistimewaan luar biasa. Adalah sebuah keajaiban
yang tak ada duanya, ada seorang manusia dikubur hingga sembilan kali.
Ini bukan cerita buatan melainkan ada buktinya. Disebelah timur mesjid
Agung Sunan Ampel ada sembilan kuburan. Itu bukan kuburan sembilan orang
tapi hanya kuburan satu orang yaitu murid Sunan Ampel yang bernama Mbah
Soleh.<br />
<br />
Kisahnya demikian, Mbah Soleh adalah seorang
tukang sapu mesjid Ampel dimasa hidupnya Sunan Ampel. Apabila menyapu
lantai sangatlah bersih sekali sehingga orang yang sujud di mesjid tanpa
sajadah tidak merasa ada debunya. Ketika Mbah Soleh wafat beliau
dikubur didepan mesjid. Ternyata tidak ada santri yang sanggup
mengerjakan pekerjaan Mbah Soleh yaitu menyapu lantai mesjid dengan
bersih sekali. Maka sejak ditinggal Mbah Soleh mesjid itu lantainya
menjadi kotor. Kemudian terucaplah kata-kata Sunan Ampel, bila Mbah
Soleh masih hidup tentulah mesjid ini menjadi bersih.<br />
<br />
Mendadak
Mbah Soleh ada dipengimaman mesjid sedang menyapu lantai. Seluruh
lantaipun sekarang menjadi bersih lagi. Orang-orang pada terheran
melihat Mbah Soleh hidup lagi. Beberapa bulan kemudian Mbah Soleh wafat
lagi dan dikubur disamping kuburannya yang dulu. Mesjid menjadi kotor
lagi, lalu terucaplah kata-kata Sunan Ampel seperti dulu. Mbah Soleh pun
hidup lagi. Hal ini berlangsung beberapa kali sehingga kuburannya ada
delapan. Pada saat kuburan Mbah Soleh ada delapan Sunan Ampel
meninggalkan dunia. Beberapa bulan kemudian Mbah Soleh meninggal dunia
sehingga kuburan Mbah Soleh ada sembilan. Kuburan yang terakhir berada
di ujung sebelah timur.<br />
<br />
Kisah Mbah Sonhaji<br />
<br />
Mbah
Sonhaji sering disebut Mbah Bolong. Apa pasalnya? Ini bukan gelar
kosong atau sekedar olok-olokan. Beliau adalah salah seorang murid Sunan
Ampel yang mempunyai karomah luar biasa. Kisahnya demikian, pada waktu
pembangunan mesjid Agung Ampel Mbah Sonhaji lah yang ditugasi mengatur
tata letak pengimamannya. Mbah Sonhaji bekerja dengan tekun dan penuh
perhitungan, jangan sampai letak pengimaman mesjid tidak menghadap arah
kiblat. Tapi setelah pembangunan pengimaman itu jadi banyak orang yang
meragukan keakuratannya.<br />
<br />
Apa betul letak pengimaman
mesjid ini sudah menghadap ke kiblat? Demikian tanya orang meragukan
pekerjaan Mbah Sonhaji. Mbah Sonhaji tidak menjawab, melainkan melubangi
dinding pengimaman sebelah barat lalu berkata, lihatlah kedalam lubang
ini, kalian akan tahu apakah pengimaman ini sudah menghadap kiblat atau
belum?.<br />
<br />
Orang-orang itu segera melihat kedalam lubang
yang dibuat oleh Mbah Sonhaji. Ternyata didalam lubang itu mereka dapat
melihat Ka’bah yang berada di Mekah. Orang-orang ada melongo, terkejut,
kagum dan akhirnya tak berani meremehkan Mbah Sonhaji lagi. Dan sejak
itu mereka bersikap hormat kepada Mbah Sonhaji dan mereka memberinya
julukan Mbah Bolong.<br />
<br />
Diambil dari berbagai sumber</div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/03709957888359666107noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-6936264044778784695.post-59324117182747441102016-05-22T21:43:00.003-07:002016-05-22T21:43:43.908-07:00Perjalanan; Alkisah, Cerita tentang Kwangchow<!--[if !mso]>
<style>
v\:* {behavior:url(#default#VML);}
o\:* {behavior:url(#default#VML);}
w\:* {behavior:url(#default#VML);}
.shape {behavior:url(#default#VML);}
</style>
<![endif]--><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjuG1_DzLvWEmimhyTcfZqimqtGC57e4IHsT8RwzVOnol4DP-RWc3tUYHbxQMDCiDBehe45Qo0jSDKz31UvLjPF1w7PO8e4HUZaHYS73aXXkSLdS2y19Dp7zp28SBzLBetNw-wKdF0mMVy9/s1600/guanzu.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="198" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjuG1_DzLvWEmimhyTcfZqimqtGC57e4IHsT8RwzVOnol4DP-RWc3tUYHbxQMDCiDBehe45Qo0jSDKz31UvLjPF1w7PO8e4HUZaHYS73aXXkSLdS2y19Dp7zp28SBzLBetNw-wKdF0mMVy9/s320/guanzu.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<!--[if gte mso 9]><xml>
<o:OfficeDocumentSettings>
<o:AllowPNG/>
</o:OfficeDocumentSettings>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves>false</w:TrackMoves>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>EN-US</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:EnableOpenTypeKerning/>
<w:DontFlipMirrorIndents/>
<w:OverrideTableStyleHps/>
</w:Compatibility>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin-top:0in;
mso-para-margin-right:0in;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0in;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
</style>
<![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<o:shapedefaults v:ext="edit" spidmax="1027"/>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<o:shapelayout v:ext="edit">
<o:idmap v:ext="edit" data="1"/>
</o:shapelayout></xml><![endif]--><b><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 14.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-font-kerning: 18.0pt;"></span><span style="mso-font-kerning: 18.0pt;"></span></span></b><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Alkisah, menurut yang punya cerita,
di zaman Dinasti Zhou (1045-256 SM) berkuasa di Tiongkok, orang-orang Canton
(Kanton) menderita kelaparan, selama bertahun-tahun. Suatu hari, datanglah lima
makhluk imortal mengendarai lima kambing jantan membawa beras dari surga.
Mereka memberkati daerah itu akan menjadi produsen beras.</span>
<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<a name='more'></a><br /><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Perjalanan Ke China</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Sejak itu, Kanton yang juga dikenal
dengan nama "Kota Lima Kambing" (<i>Wuyangcheng</i>) melimpah hasil
bumi. Tanaman pangan tumbuh subur di kota yang terletak di muara Sungai Mutiara
(Zhu Jiang) itu. Karena berada di pertemuan antara sungai dan laut, Kanton
menjadi pusat komersial dan perdagangan utama Tiongkok, yang makmur. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Jejak Guangzhou panjang. Guangzhou
menjadi bagian Tiongkok sejak abad ke-3 SM (214 SM). Para pedagang Arab dan
Hindu sudah masuk Guangzhou pada abad ke-10. Kanton yang juga sering disebut
Kwangchow atau Kuang-chou, dan sekarang Guangzhou, menjadi pelabuhan pertama
yang secara rutin dikunjungi para pedagang dari Eropa. Para pedagang Eropa-lah
(Portugal) yang memberi nama kota itu Kanton.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Dari sinilah kemudian lahir cerita
Perang Candu (1839-1842 dan 1856-1860). Perang antara Tiongkok di bawah Dinasti
Qing yang memerintah dari 1644 hingga 1911/1912, dan Inggris. Ini merupakan
perang pertama Tiongkok dengan Barat. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Dari kacamata Tiongkok, Perang Candu
dianggap sebagai awal konspirasi Barat untuk menghancurkan Tiongkok dengan
candu dan kapal meriam. Salah satu hasil perang ini, Tiongkok harus menyerahkan
Hongkong kepada Inggris berdasarkan Perjanjian Nanjing (1842), dan Tiongkok
harus membuka beberapa kota lainnya. Inilah babak penghinaan terhadap Tiongkok. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Namun, Guangzhou bukan hanya tempat
lahir Perang Candu, melainkan juga menjadi ibu kandung gerakan revolusioner di
bawah pimpinan Sun Yat-sen pada tahun 1911. Di kota inilah Republik Tiongkok
(China) diproklamasikan. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Dari Guangzhou, pasukan Nasionalis
Chiang Kai-shek bergerak menuju utara tahun 1920-an dan membentuk pemerintahan
di Nanjing. Namun, ketika Guangzhou pada akhir Oktober 1949 jatuh ke tangan
tentara komunis, menjadi penanda jatuhnya seluruh Tiongkok ke kekuasaan komunis
pimpinan Mao Zedong. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Pintu ke Selatan</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Kini, Gungzhou, kota berpenduduk 16
juta jiwa, menjadi kota terbesar ketiga di Tiongkok. Guangzhou menjelma menjadi
salah satu urat nadi kehidupan Tiongkok; kota pusat industri dan perdagangan.
Ia merupakan pintu gerbang Tiongkok bagian selatan ke Laut Tiongkok Selatan,
yang sekarang menjadi mandala persaingan kekuatan besar. Posisi ini menjadikan
Guangzhou sangat penting dan strategis.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Sejak zaman dulu, Guangzhou menjadi
pintu gerbang Tiongkok ke selatan. Bahkan, Guangzhou disebut-sebut sebagai
tempat asal-muasal makanan cina yang kini tersebar di berbagai sudut dunia.
Dari daratan Tiongkok, berbagai jenis makanan cina dibawa keluar dari Tiongkok
lewat Pelabuhan Guangzhou, pada masa lalu, bahkan hingga kini. Bukan hanya
makanan, para imigran dari daratan Tiongkok pun meninggalkan Tiongkok melewati
Pelabuhan Guangzhou menuju tanah harapan baru, termasuk Indonesia di zaman
dahulu.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Dari Pelabuhan Guangzhou-yang dulu
menjadi awal dari Jalur Sutra Maritim-hubungan dagang dengan negara lain
melalui jalur laut bermula. Kini, Pelabuhan Guangzhou berhubungan dengan lebih
dari 300 pelabuhan di lebih dari 80 negara di seluruh dunia. Tahun lalu,
pelabuhan ini menangani 520 juta ton kargo; yang berarti nomor empat di seluruh
Tiongkok dan nomor enam di dunia.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Guangzhou juga berhubungan dengan
dunia luar lewat Bandara Internasional Baiyun Guangzhou. Kata <i>baiyun</i>,
yang berarti 'awan putih', diambil dari nama Gunung Baiyun yang ada tak jauh
dari bandara. Tahun lalu, bandara ini menangani 55,21 juta penumpang dan 1,54
juta ton kargo. Diperkirakan tahun 2020 Baiyun akan menangani 80 juta
penumpang.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Baiyun, yang memiliki tiga landasan
pacu, merupakan bandara tersibuk ketiga di Tiongkok setelah Beijing dan
Shanghai.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Mausoleum Nanyue</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Guangzhou yang juga disebut sebagai
"Kota Bunga" bukan hanya menjadi salah satu "jantung"
perekonomian Tiongkok. Kota ini juga bagaikan buku lama yang mengisahkan masa
lalu. Masa lalu yang penuh misteri, yang memelihara kekuatan mitologi bagi
rakyat Tiongkok dan orang luar. Selama lebih dari dua ribu tahun, para penguasa
mengklaim sebagai pemegang Mandat dari Surga dengan kekuasaan semi-abadi, dan
berdiri tegak sebagai Kerajaan Tengah di antara negara-negara barbar.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Kompas/Trias KuncahyonoGuangzhou,
Kwangchow, dulu Kanton, yang juga disebut sebagai "Kota Bunga" bukan
hanya menjadi salah satu "jantung" perekonomian Tiongkok. Kota ini
juga bagaikan buku lama yang mengisahkan masa lalu. Masa lalu yang penuh
misteri, yang memelihara kekuatan mitologi bagi rakyat Tiongkok dan orang luar.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Kini, ketika zaman sudah berubah dan
Tiongkok bersentuhan dengan dunia luar, negeri itu tetap menjadi kekuatan besar
dunia. Menara Kanton yang sebelumnya dikenal dengan nama Menara Guangzhou TV
& Sightseeing menjadi salah satu wujud kekuatan itu. Menara ini
berketinggian 610 meter (sampai antena puncak), atau 454 meter jika hanya
sampai atap. Dari lantai puncak menara terlihat pemandangan indah Kanton dan
Sungai Mutiara. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Museum Mausoleum Raja Nanyue dari
Dinasti Han Barat yang terletak di Jalan Jiefang Bei, Guangzhou, adalah bukti
kejayaan masa lalu. Disebut-sebut mausoleum ini merupakan makam tertua dari
Dinasti Han (206 SM-221 M). Pemilik makam ini adalah raja kedua, Zhao Mei, dari
Negara Nanyue, Dinasti Han Barat (206 SM-24 M). Sebagai salah satu dari 80
museum terkenal di dunia, museum ini memiliki luas 14.000 meter persegi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Dinasti Han terkenal dalam sejarah
Tiongkok karena beberapa penemuan pentingnya. Kertas sebagai contoh ditemukan
pada tahun 105 M oleh seorang sarjana yang bernama Cai Lun saat pemerintahan
Kaisar Han Hedi (88-106). Penemuan kertas yang berasal dari bambu ini
benar-benar merombak secara total penulisan buku-buku serta mendorong kemajuan
dalam dunia tulis-menulis. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Pada masa pemerintahan Kaisar Han
Wudi (141-87 SM) terjadilah hubungan antara Barat dan Timur yang dikenal dengan
nama Jalur Sutra. Hubungan ini berawal dari ekspedisi yang dipimpin Zhang Qian,
utusan Han Wudi, guna menjalin hubungan persekutuan dengan negara-negara lain
untuk bersama-sama menghadapi serangan bangsa barbar (Xiongnu). </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Persentuhan Tiongkok dengan Barat
terlihat dari Gereja Katedral Hati Kudus Yesus yang oleh orang Kanton disebut
Gereja Katolik Shishi (Batu), sebuah gereja Katolik Roma. Gereja yang terletak
di Jalan Yide dekat Lapangan Haizhu tak jauh dari stasiun metro (tidak sampai
10 menit jalan kaki) ini dipandang sebagai "Notre Dame Asia Timur".
Katedral ini dirancang oleh dua arsitek Perancis dan diselesaikan oleh para
tukang dan seniman Tiongkok dalam tempo 25 tahun mulai tahun 1863 hingga 1888.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Dua menara kembar model Gotik
menjadi ciri khas Katedral Hati Kudus Yesus ini. Menara kanan dipasangi jam
berbentuk bulan. Pada batu fondasi ada tulisan "Jerusalem 1863" dan
batu fondasi lainnya bertuliskan "Roma 1863". Tulisan itu
melambangkan bahwa Kristianitas bermula di Jerusalem dan dikembangkan di Roma.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Di zaman Dinasti Tang (618-907)
dibangun sebuah masjid yang disebut Masjid Huaisheng. Masjid yang menempati
tanah seluas 2.966 meter persegi itu dibangun pada tahun 627, jauh lebih tua
daripada Gereja Hati Kudus Yesus. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Guangzhou masih menawarkan banyak
tempat lain lagi yang bisa dikunjungi seperti Sun Yat-sen Memorial Hall, Pulau
Shamian, Pasar Qingping yang merupakan pasar terbesar di Guangzhou dan menjadi
surga bagi para pelancong yang suka belanja, Kuil Enam Pohon Beringin, dan
Taman Yuexiu yang merupakan kombinasi antara relik kultural dan turisme
ekologi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Alkisah, Perang Candu tinggal
menjadi bagian sejarah Kanton. Kini, Kanton (Guangzhou) menjadi pintu gerbang
Tiongkok ke Selatan untuk melancarkan perang dagang ke negara-negara lain,
termasuk ke Indonesia. ***</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; mso-outline-level: 3;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.5pt; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Oleh Trias Kuncahyono</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; mso-outline-level: 3;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12.0pt; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Sumber: <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Koran
Kompas Sabtu 21 Mei 2016</span></div>
<br />
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/03709957888359666107noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6936264044778784695.post-60499586295982432032016-05-20T20:57:00.000-07:002016-06-07T00:11:29.662-07:00Terorisme bukan jihad dan pesantren bukan sarang teroris<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Islam merupakan agama humanis dan toleran. Pemaknaan jihad perlu direaktualisasi dengan jihad non fisik yang bertujuan untuk peningkatan intelektual, ekonomi, politik dan kesejahteraan umat Islam khususnya dan jihad seperti ini bersifat permanen dan universal.<br />
<br />
<a name='more'></a><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgTvT35ww7qj4yVfKCK7tegsI4ENk4ueWjqgb6Qh6P5AQm_CQncHe7F0DItTBE_9QheUAat9jgzMkk-Jw9wqZ2m0DK61a99sb8JQKzevI8PfV61MmsYbtRtqNyPkA5XS_pjd6a2IzAB6agu/s1600/terorisme2.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="161" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgTvT35ww7qj4yVfKCK7tegsI4ENk4ueWjqgb6Qh6P5AQm_CQncHe7F0DItTBE_9QheUAat9jgzMkk-Jw9wqZ2m0DK61a99sb8JQKzevI8PfV61MmsYbtRtqNyPkA5XS_pjd6a2IzAB6agu/s200/terorisme2.jpg" width="200" /></a></div>
Jihad dalam makna perang atau kekerasan disyariatkan dalam Islam
dalam rangka mempertahankan agama dan kedaulatan negara Islam dan
umat Islam. Alasan terhadap kebolehan tersebut kadangkala
disalahartikan oleh sebagian umat Islam terutama kelompok radikal
Muslim di dunia Islam seperti Tanzîm al-Jihâd, al-Takfîr wa al-Hijrah
(Mesir), Al-Qaeda (Saudi Arabia) serta Jama‘ah Islamiyah (Asia Tenggara)
dan ISIS (Syiria).<br />
<br />
Perlu disadari bahwa terorisme
dalam perspektif kultural bisa terjadi dan oleh karena itu disarankan
agar masyarakat Muslim atau masyarakat dunia tidak memberikan stimulasi
sehingga teroris tidak terpanggil untuk melakukan aksi teror. Sebaliknya
teroris tidak semata-mata melihat kerusakan atau ketimpangan dalam
masyarakat dianggap sebagai hal yang bisa menjustifikasi aksi teror.<br />
<br />
Terdapat
distorsi pemahaman keagamaan oleh sebagian gerakan Islam terutama
Muslim radikal dengan mengaktualisasikan jihad dalam bentuk tindakan
kekerasan (teror), dan hal tersebut berimplikasi pada munculnya
radikalis baru. Distorsi pemahaman keagamaan tersebut disebabkan oleh
faktor internal dan eksternal. Secara internal adalah berkaitan
dengan pemahaman Islam yang sempit dan cenderung tekstual dari para
pelaku teror, sedangkan secara eksternal bahwa tindakan teror tersebut
disebabkan oleh faktor sosio-kultural dan politik masyarakat atau
komunitas Muslim.<br />
<br />
Sebagian umat Islam terutama
kelompok radikal Muslim cenderung memahami dalil-dalil atau nas-nas
(Alquran dan al-Sunnah) secara tekstual sehingga terkadang melahirkan
pemikiran yang kaku tidak fleksibel. Adapun faktor sosio-kultural yang
dapat mendorong lahirnya tindakan kekerasan terorisme adalah
pengaruh modernitas yang terkadang dianggap berbenturan dengan budaya
suatu komunitas tertentu, sehingga menimbulkan perlawanan dari komunitas
tersebut. Selain itu, politik hegemoni Amerika (Barat) juga turut
membangkitkan adanya tindakan terorisme secara signifikan terutama dari
kalangan radikal Muslim seperti ISIS yang belakangan semakin berkembang.<br />
<br />
Masalah
jihad dan terorisme merupakan persoalan yang kontroversial terutama
mengenai terorisme yang dikaitkan dengan fundamentalisme Muslim.
Diharapkan kepada cendekiawan dan intelektual Muslim untuk terus
mengkaji persoalan terorisme dan jihad sekaligus mensosialisasikannya
atau pun mempublikasikannya baik dalam kajian-kajian di sekolah,
pesantren maupun kampus-kampus, atau mungkin juga melalui pengayaan
perbendaharaan buku-buku yang menuliskan tentang terorisme dan jihad
sehingga komunitas Muslim termasuk masyarakat internasional memahami
bahwa persoalan terorisme tidaklah sama dengan jihad, serta terorisme
tidak memperoleh justifikasi dari Islam. Red.<br />
<br />
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/03709957888359666107noreply@blogger.com0